Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2015

Titik

Ada saat dimana aku begitu merindukanmu sampai rasanya aku ingin meninggalkan duniaku hanya demi berlari mengejarmu yang semakin lama semakin sulit tergapai. Dan rindu itu begitu menyiksa, sampai rasanya aku ingin terbang hanya demi membiarkannya berlari bersama awan lalu terbawa angin.

One Year Later

It feels like I’ve been dreaming for a long time I’ve wandered and wandered around for a while As if we made a promise four seasons ago We’re standing face to face, just like that day Those beautiful stories that we wrote down together Those eternal promises that we prayed for at that time They’re all coming back to me now I don’t think my heart can take it I’ve even restrained myself at the thought of you How has your one year been? For a long time, I’ve been living, having forgotten you For a while, I thought I was doing fine However, I started to realize it as time passed by That I am nothing without you At that time, if only we had been a bit more mature If only we knew how we would be right now I have no confidence in overcoming these endless regrets So I’ve had to just repress them One year has passed like that Could your feelings perhaps be the same as mine? Will you give me another chance? I know now that we can never part

Hujan dan Dia

Gambar
Aku benci hujan. Aku benci keadaan dimana aku harus merasakan tanah basah di bawah sepatuku dan cipratan air yang mengotori pakaianku. Aku benci saat segala bentuk pencegahan yang kupakai dibawah guyuran air hujan, malah semakin memperburuk keadaan. Payung yang kupakai kadang malah sudah rusak terbawa angin bahkan sebelum aku sampai di tempat tujuan. Jas hujan yang paling tebal sekalipun tidak banyak membantu, aku tetap saja kebasahan. Tapi dia berbeda. Dia yang kukenal, sangat menyukai hujan. Hujan mengantarkanku pada dimensi waktu yang berbeda. Kamu tahu? Waktu seakan berhenti saat aku mencoba menantang hujan dengan cara menengadahkan wajah ke langit. Itu yang pernah ia katakan padaku. Konyol, balasku saat itu. Bukankah menyakitkan, menantang air hujan yang turun begitu keras ke bumi dengan wajah yang menengadah ke langit? *** “Kamu ngapain sih hujan-hujanan begitu? Kayak anak kecil tau, nggak!” omelku saat lagi-lagi Rasya datang ke rumahku dengan pakaian basah kuyup